Thursday, 11 October 2012




Sudah menjadi Sunnatullah jika setiap orang yang berlari ketika melakukan sebuah permainan dalam olah raga pasti akan merasakan lelah. Setiap orang yang selalu bekerja dengan giat pasti akan merasakan letih. Setiap orang yang selalu belajar dengan membaca buku, mendengar ceramah di berbagai tempat pasti akan mengalami masa-masa kehilangan semangat. Setiap orang yang selalu beribadah siang dan malam pasti akan merasakan datangnya rasa malas. Inilah yang dinamakan dengan futur.

Banyak Ulama’ ahli bahasa yang menerangkan tentang arti futur (الفتور), yang mana semua keterangan mereka saling melengkapi dan saling menambah penjelasan antara satu dan yang lain. Diantaranya Ar raghib Al ashbahani dalam mufrodatul qur’an berkata : futur adalah diam setelah giat, lembut setelah keras, lemah setelah kuat. Maka dapat disimpulkan bahwa futur adalah perasaan malas dan merasa longgar setelah rasa sungguh-sungguh dan rajin.

Tentang rasa futur Ibnu hajar rahimahullah berkata : perasaan condong kepada sesuatu yang sangat berat kemudian larinya manusia dari sesuatu itu setelah mencintainya. Dan itu adalah penyakit yang menimpa ahli ibadah, da’i, dan para penuntut ilmu. Kemudian orang akan merasa lemah, longgar, dan malas. Maka terputuslah kesungguhan, keinginan yang kuat, dan sifat rajinnya.

Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam sebagai sosok yang mana seorang muslim harus menjadikannya sebagai suri tauladan dalam segala hal, bersabda : “Setiap amal itu ada masa-masa semangat dan setiap masa-masa semangat ada masa futur. Barangsiapa yang masa futurnya tetap dalam sunnah, maka dia telah mendapat hidayah. Namun barangsiapa yang masa futurnya membawa kepada selain itu (sunnah), maka dia telah celaka.” (HR. Ibnu hibban dan Al bani menshahihkannya).

Hadist tersebut menjelaskan bahwa sudah menjadi hal yang wajar jika rasa futur itu datang. Bahkan bisa jadi futur itu adalah sesuatu yang pasti dan akan sulit untuk dihindari. Maka Rasulullah memberikan kabar gembira kepada ummatnya dengan hidayah jika rasa futur itu datang tetapi masih tetap berada dalam sunnahnya. Dan sebaliknya, Rasulullah menyatakan seseorang akan dikatakan celaka apabila rasa futur datang tetapi orang itu lari dari sunnah Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam.

Macam-macam futur

Bagian yang pertama adalah futur yang menyebabkan seseorang berhenti total untuk melakukan segala macam amalan. Seseorang yang biasa melakukan ibadah kemudian berhenti melakukannya. Seseorang yang giat dalam menuntut ilmu kemudian berhenti menuntut ilmu. Seorang da’i yang selalu berdakwah kemudian berhenti untuk berdakwah. Wal iyadzu billah

Bagian yang kedua adalah futur yang hanya menyebabkan seseorang malas untuk melakukan sebagian amalan. Dan inilah yang lebih banyak menjadi penyakit seseorang dari pada futur jenis pertama yang telah disebutkan di atas.

Seperti seseorang yang terbiasa membaca Al qur’an tiga juz setiap hari, kemudian hanya membaca kurang dari satu juz. Seseorang yang terbiasa membaca hingga tiga puluh halaman buku setiap hari, menjadi hanya membaca beberapa halaman saja. Seorang pelajar yang mempunyai delapan mata pelajaran dalam kelasnya setiap pekan, hanya mengikuti tiga mata pelajaran saja dan meninggalkan yang tersisa.

Hal yang tampak ketika futur

Hal yang tampak ketika futur sebagaimana yang telah kita ketahui adalah rasa malas dalam beribadah dan melaksanakan ketaatan diiringi perasaan yang sangat berat dalam melaksanakannya. Dan salah satu dari ibadah yang diwajibkan kepada setiap muslim adalah sholat lima waktu, perlu menjadi perhatian bagi kita adalah jika perasaan malas dalam melaksanakan sholat lima waktu ini hadir. Maka kita harus memaksa diri dan berusaha untuk mengusir rasa malas itu. Karena malas ketika mendirikan sholat adalah salah satu dari ciri orang munafik, sebagaimana Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :

وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاؤُونَ النَّاسَ وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلاً

“Apabila mereka berdiri untuk shalat mereka lakukan dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (ingin dipuji) dihadapan manusia, dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali.” (Qs. Al Maidah:142)

Sholat lima waktu adalah sebuah kewajiban yang tidak ada ruang untuk futur dalam pelaksanaannya. Adalah hal yang boleh dan dimaklumi ketika futur dalam melaksanakan hal-hal yang bersifat sunnah secara hukum fiqh. Adalah hal yang diperbolehkan futur dalam sebagian ketaatan dan amalan.  Tetapi tidak dalam hal yang bersifat faridhoh atau kewajiban.

Mungkin kita dapati seseorang yang mendengar adzan tetapi tidak bersegera menuju ke masjid dan mengatakan iqamah belum dikumandangkan. Kemudian ketika salah seorang teman berangkat ke masjid dia bertanya, kapan imam datang? dan ketika mendengar iqamah dia mengtahui imam hari ini jika sholat bacaan suratnya panjang, maka dia menunda keberangkatannya. Sepuluh menit baginya ketika sholat terasa begitu lama dan membosankan -wal iyadzubillah-.

Akan tetapi ketika diberitahukan kepadanya besuk akan ada pertandingan sepakbola misalnya. Dia bersegera dalam menjawab panggilan itu dan tidak mau tertinggal barang satu menit saja. Pertandingan itu menghabiskan waktu berjam-jam dan dia mengatakan seakan berjalan begitu cepat waktunya.

Dia selalu menyebutkan banyak hadist yang memerintahkan untuk meringankan bacaan dalam sholat, tapi seakan melupakan hadist yang menerangkan panjang bacaan Rasulullah ketika sholat. Sholat adalah penghubung antara seorang hamba dan Sang pencipta Allah subhanahu wa ta’ala. Tidak ada tempat untuk futur dalam melaksanakannya.

Termasuk dari hal yang tampak ketika seseorang terkena penyakit futur adalah tertutup hatinya untuk menerima kebenaran. Maka, tidak berpengaruh baginya nasehat-nasehat ulama dan asatidz yang diberikan, bahkan tidak berpengaruh pula bagi hatinya ayat-ayat Al qur’an yang dia mendengarkannya. Padahal termasuk dari sifat orang Mu’min adalah apabila diperdengarkan ayat-ayat Al qur’an bertambah keimanannya.

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَان

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya kepada mereka, bertembah kuat imannya..” (Qs. Al anfal:2)
Termasuk dari hal yang tampak ketika futur adalah terjerumusnya seseorang kepada maksiat dan dosa tanpa ada perasaan bersalah telah melakukannya. Dia mengatakan bahwa apa yang dia lakukan hanyalah kesalahan kecil yang tidak perlu dipermasalahkan, kemudian mengatakan masih ada hal yang lebih dosa besarnya dari maksiat yang dilakukannya.

Menjalani hari tanpa ada manfaat dan faedah juga salah satu hal yang tampak ketika futur. Hari-hari terasa begitu hampa baginya, dia menjalani harinya tanpa melakukan apapun yang berguna baik untuk dirinya ataupun orang lain. Banyak orang yang sedang terkena futur berkata “bahwa zaman telah berubah dan aku tidak bisa mengambil manfaat dalam hidupku.”

Setiap penyakit ada obat

futur adalah sebuah penyakit dan tidaklah penyakit di dunia ini melainkan ada obatnya. Beberapa diantara hal-hal yang dapat menghindarkan seseorang dari futur adalah. Mengikhlaskan niat hanya mengharap ridho Allah ketika beramal, menghindari banyak berkhayal, menghindari ibadah berlebihan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, berteman dengan orang sholeh, tidak meremehkan dosa-dosa kecil yang dilakukan, dan selalu bermuhasabah atau intropeksi diri.

Untuk menghindari futur, Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam juga telah mengajarkan do’a kepada umatnya agar selalu ditetapkan dalam ketaatan.

اَللَّهُمَّ مُـصَـــرِّفَ الْـقُلُـــــــــــوْبِ، صَرِّفْ قُلُوْبَنَــا عَلَى طَاعَتِكَ

“Ya Allah, yang mengarahkan hati, arahkanlah hati-hati kami untuk taat kepada-Mu.” (HR. Muslim, dari Abdullah bin Amr bin al-’Ash radhiyallahu anhuma)

يَـــامُـقَلِّبَ الْـقُلُـــــــــــوْبِ، ثَـبِّتْ قَـلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ

“Wahai Rabb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada agama-Mu.” (HR. At-Tirmidzi)
Itulah beberapa hal yang bisa dilakukan oleh seorang Muslim agar terhindar dari penyakit futur dan selalu konsisten dalam beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Wallahu ta’ala a’lam

By : Muhammad Fakhri Ihsani

0 comments:

Post a Comment