Thursday 30 August 2012



Raja terbaik kaum Muslimin
Aku tidak melihat kecuali kebaikan dan tidak terdengar pula kecuali kebaikan
(Umar Bin Khotob)

Study Sejarah peradaban islam tidak akan lengkap tanpa menelaah jejak para Khalifah dan lika-liku kekhilafahan umat islam dari masa ke masa, baik itu dari  kholifah Ar-Rasyidah yang penuh dengan futuhat islamiyah, khilafah Umawiyyah yang mulai berbenah dalam administrasi kenegaraan, Abbasiyah yang  mashur dengan perkembangnya keilmuan, sastra dan arsitektur, dinasti Saljuk yang di kenal kuat militernya, Fatimiyah di mesir, daulah Umawiyyah di dataran benua Eropa tepatnya di Andalusia dengan masa keemasanya yang meninggalkan masjid Qordoba dan kota Az Zahra, kesultanan Mogul di India yang meninggalkan salah satu karya arsitektur super indah dan tercatat sebagai salah satu “The seven Wonders of the World”, Tajmahal serta kekhilafahan Turki Ustmani yang di kenal dengan pasukan elitnya “Jenissari” mampu  bertahan hingga awal abad 19.

Berbicara masalah sejarah kita tidak terlepas dari para tokoh pelaku sejarah tersebut yang memenuhi catatan-catatan para Muarikh atau para sejarawan sehingga tak pelak kalau catatan mereka sampai berjilid-jilid sebut saja Imam  At-Thobari penulis dari kitab At-Tarikh At Thobari, Ibnu Katsir yang melahirkan kitab Al Bidayah Wa An Nihayah 14 jilid, Ibnu Khaldun dengan kitab “Muqadimah li Ibn Khaldun”. 

Siapakah beliau ?
Salah satu tokoh yang berpengaruh dalam peradaban Islam ialah Muawiyah bin Abu Shafyan Radhiallahu ‘Anhu, salah seorang sahabat mulia yang mendapatkan doa dari Rosulullah sholallau alaihi wa salam sebagaimana diriwayatkan oleh imam At-Tirmidzi dari jalur Abdurrahman bin Abi Umairah Radhiallahu ‘Anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam berkata kepada Muawiyah “Allahumajalhu haadiyan mahdiiyan wa ahdzi bihi” Al Bani menyatakan bahwa hadis ini shahih.

Para sejarawan sepakat bahwa beliaulah sang pendiri kekhilafahan Umawiyyah dengan Damaskus sebagai ibu kotanya. Pembahasan mengenai beliau penuh pro dan kontra, tidak sedikit yang memuji dan tidak terbilang pula yang mencerca, terutama ketika dan setelah terjadinya fitnah sampai terbunuhnya Ustman bin Affan dan puncaknya dengan meletusnya perang Sifin antara Ali bin Abi Tholib dan Muawiyah bin Abi sofyan. Untuk lebih jelas mengenai perang Sifin bisa merujuk pada kitab “Waqoatu Sifin” yg ditulis oleh syeikh Ibnu Mazaakhim Al Munqirii.

Beliau lahir di mekah 15 tahun sebelum hijrahnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam, terlahir dari keluarga bangsawan, ayahnya ialah Abu Sofyan salah seorang pemimpin Qurais, ibunya Hindun Binti Utbah. Beliau masuk islam pada tahun 8 H di hari penaklukan Mekah. ada pula sebagian pakar sejarah  yang mengatakan 7 hijriah. Beliau ikut pada peperangan Hunain bersama Rasulullah Shalallau ‘alaihi wa salam dan para sahabat radhiallahu ‘anhum. Beliau juga termasuk “Mualafatu Qulubuhum”, maka tidak heran klo beliau diberi 40 uqiyah dan 100 ekor unta dari ghanimah perang Hunain. sebagai mana yang di sebutkan oleh Safi’urrohman Mubarok Furri dalam kitabnya “Rokhiqu Al Makhtum”.

Amir Syam
Imam Syuyuti dalam kitabnya “Tarikh Al Khulafa” mengatakan “ ketika Abu Bakar As-Shidiq mengirim pasukan ke Syam, Muawiyah ikut serta bersama saudaranya Yazid bin Abu Shafyan yang menjadi amir. Ketika Yazid meninggal Muawiyah menjadi Gubernur  Damaskus mengantikan saudaranya, Yazid bin Abi Shafyan. Kemudian ditetapkan kembali pada zaman Umar bin Khattab dan pada zamannya Ustman beliau di angkat menjadi gubernur seluruh wilayah Syam” beliau menjabat sebagai gubernur wilayah Syam selama 20 tahun.

Pada tahun 35 hijriah terjadi hal yang membelalakan mata setiap muslim, mendung kesedihan menyelimuti Madinah dan seluruh wilayah islam pada waktu itu dengan terbunuhnya Ustman bin Affan. kholifah Ar-Rasyidah ketiga, Dzu Nuroin dan pemberi bekal Jaisy Al Usrah. Beliau syahid di bunuh oleh sekelompok pemberontak yang tidak suka pada Utsman secara khusus dan tidak suka dengan persatuan dan kemajuan kaum muslimin pada saat itu. Kemudian kaum muslimin sepakat untuk membaiat Ali bin Abi tholib sebagai kholifah ke empat.

Ali bin Abi tholib menjabat sebagai khalifah pada saat yang amat sulit, di satu sisi beliau ingin memperbaiki stabilitas daulah, sedangkan di sisi lain banyak pihak yang menuntut balas atas kematian Utsman bin Affan termasuk ibunda Aisyah radhiallahu ‘anha dan Muawiyah bin Abi Shafyan yang tergolong kerabat dekatnya. Pada 21 Romadhon tahun 40 hijriah Abdurrohman Bin Muljam menikam Ali bin Abi Tholib di jalan ketika beliau hendak pulang dari sholat subuh dengan pedang beracun sehingga beliau meninggal tiga hari setelah peristiwa tersebut. Kemudian Al Hasan bin Ali Bin Abi Tholib naik menjadi kholifah, tapi tidak seluruh kaum muslimin membaiatnya khususnya penduduk Syam. Demi menjaga keutuhan umat  dan menghindari pertumpahan darah kaum muslimin maka Al Hasan bin Ali bin Abi Tholib turun dari jabatan kholifah dan menyerahkanya kepada Muawiyah bin Abi Sofyan.

Lebih lanjut, Imam Asy-Syuyuthi mengatakan bahwa Muawiyah bin Abi Shafyan naik sebagai kholifah pada bulan Rabi’ul Akhir, ada juga yang mengatakan bulan Jumadil Ulaa tahun 41 hijriah, sejarah mencatat,  tahun tersebut dinamakan dengan “Ammul Jama’ah” atau tahun persatuan. Bersatunya kaum muslimin dibawah kholifah Muawiyah bin Abi Sofyan. Hal senada juga di sampaikan oleh Ibnu Al-Atsiir dalam kitab beliau “Asadul Ghabah” dengan menambahkan “ Muawiyah menjabat sebagai amir 20 tahun dan kholifah 20 tahun”.

Diriwayatkan dari Imam Ahmad bin Hambal, dari jalur Al Irbadh bin Sariah bahwasanya dia mendengar Rosulullah sholallau alaihi wa salam berdoa “ yaa Allah ajarilah Muawiyah menulis dan berhitung, dan lindungilah ia dari azab” dari berkah doa tersebut maka Muawiyah masyhur sebagai orang yang cerdas. Meneliti lebih jauh maka akan kita dapati kecerdasan beliau akan tampak ketika beliau menerapkan strategi politik. Baik  dalam kancah perpolitankan dalam negri muapun luar negri yang berhadapan langsung dengan imperium Romawi dan Persi.

Beberapa hal yang dicapai muawiyah ketika menjabat sebagai kholifah, di antaranya :

1.      Beliau orang pertama yang Membangun armada angkatan laut islam.
2.      Menaklukan (membuka)  beberapa negri, Asia kecil, Akhwas, Maghrib Al Adnaa( Tunisia) dll.
3.      Mendirikan detasemen keamanan: 1. Al hajib ( Pasukan pamong praja), 2. Al Khiros ( security guard), 4. Mendirikan badan inteljen daulah.
4.       Mendirikan markaz khotam ( segel/ stempel) dll.

Beliau meninggal dunia di usia 78 di Damaskus, pada bulan Rajab tahun 60 hijriah setelah menjadikan putranya , Yazid bin Muawiyah sebagai wilayatul Ahd (colon penerus). Akibatnya banyak kalangan sahabat yang tidak setuju karena ini termasuk hal yang baru dalam islam yang sebelumnya memakai system syuura. Tapi, melihat keadaan saat itu yang sangat berpotensi menimbulkan fitnah maka Muawiyah berijtihat untuk mengambil wilayatul ahd. Banyak ulama dan pakar sejarah yang sepakat dengan keputusannya, sebut saja Ibnu Taimiyah dalam kitab “Minhaju As Sunah”, Dr Muhammad Ahmad Muhammad, ketua jurusan sejarah islam di Al Azhar juga mengamini ijtihat Muawiyah.

Fenomena yang ada
Sejauh pengamatan penulis, banyak kita dapati kaum muslimin yang menamai putra dan putri mereka dengan nama-nama para sahabat. Ada yang namanya Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Amru, Hasan, Husain, Aisyah, Fatimah, Shofiyah. Tapi sangat jarang,  bahkan penulis belum pernah mendapati saudara, teman atau kenalan yang bernama Muawiyah. Mungkin faktor kebodohan akan sejarah dan stigma negative tentang beliau telah menjamur dan mengakar di sebagian kaum muslimin khususnya kaum syi’ah.

Pendapat para sahabat dan ulama mengenai beliau
Selain mendapatkan doa dari Rasulullah Shalallau ‘alaihi wa salam, banyak pemuka sahabat dan ulama salaf yang berpendapat baik terhadap beliau. Tentu hal ini sudah lebih dari cukup untuk mematahkan syubhat-syubhat yang di lontarkan oleh orang-orang jahil dan kaum Syi’ah yang tidak senang terhadab beliau.

Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu berkata : aku tidak melihat seorang-pun yang lebih cakap setelah Rosulullah sholallau alaihi wa salam dari Muawiyah, Sa’ad Bin Abi Waqas berpendapat : aku tidak melihat seorangpun yang lebih berhak dalam urusan ini ( kekhilafahan), kecuali Muawiyah.

Ibnu Mubarak pernah ditanya mana yang lebih afdhal antara Muawiyah Bin Abi Syofyan dan Umar bin Abdul Aziz? Beliau menjawab : sesunggungnya debu yang menempel pada lubang hidung Muawiyah ketika bersama dengan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam lebih afdhal dari Umar Bin Abdul Aziz.

Ibnu Taimiyah berkata mengenai Muawiyah : tidak ada Raja dari kaum muslimin yang lebih baik dari Muawiyah. Ibnu Toba-Toba, salah seorang sejarawan syi’ah juga berkomentar baik mengenai beliau. Lihat dalam kitabnya “Al Fakh fii Al adaabi As Sultoniyah”

Semoga dengan tulisan ini bisa menambah wacana ilmiyah kita dan merubah cara pandang kita terhadap pribadi Muawiyah bin Abi Sofyan,  penulis sadar, sebagai manusia beliau juga punya banyak kekurangan dan kesalahan. Tapi berlebihan dalam menyalahkan bahkan mengolok-oloknya adalah hal yang tidak patut di lakukan oleh seorang Muslim.
Wallahu a’lam bis showab.

Sumber :

1.      Tarikh Khulafa karya Imam Asy Syuyuti
2.      Asadul Ghobah karya Ibnu Al Atsiir.
3.      Mukhadhorootu fii tarikh Ad Daulatain Al Ummawi wa Al Abbasi, karya Dr Muhammad Ahmad Muhammad.
4.      Sunan At Tirmidzi, karya imam At Tirmidzi.
5.      Wikipedia.com
6.      Al Bidayah Wa An Nihayah, karya Ibnu Katsir.
7.      Ad Daulah Al Ummawiyah, karya Asy Sya’labi.
8.      Rakhiqul Al Makhtum, karya Shafi’urrohman Mubarok Furri.

Kuwait hostel,
Islamabad 15-3-2012.

0 comments:

Post a Comment