Thursday 11 October 2012



Suatu ketika Gus Dur berkata “ gitu aja kok repot “. Kata bualan yang penuh makna. Keluar begitu saja tanpa beban seolah dialah pengendali masalah itu. Dilihat sekilas memang kalimat itu tdaklah baku. Atau termasuk dalam bahasa bebas. Diluar pro kontra akan ketokohannya, kata katanya bisa dijadikan motifasi teoritis. Bahkan orang yang berpengalaman sekalipun akan merekonstruksi ulang toriqoh yang dia anggap salah berkepanjangan karena termotifasi teori ini. Menarik jika kita teliti secara rasional. Karena ternyata semua masalah ada jalan keluarnya.

Masalah adalah masalah. Ia seperti sebuah investasi ataupun invasi dari yang maha mengatur alam semesta. Seperti hukum kosmos yang teratur dalam otoritas sang kholik. Masalah bisa timbul dari mana saja, dengan metode apa saja. Ia diciptakan hanya untuk makhluk yang di anugrahi nyawa. Semuanya yang bernyawa akan berkoalisi dengan yang namanya masalah. Dalam hal ini kita tidak akan repot repot membahas masalah dalam dunia satwa. Tapi insyallah melalui buah pikiran ini, kita akan menyinggung pemecahan masalah dalam dunia manusia sebagai makhluk sosial dan beradab.

Yang perlu sekali kita cermati dalam hidup ini bahwa manusia ada yang memiliki. Dialah Allah sang maha memiliki. Sang pemilik adalah yang paling berhak terhadap miliknya. Jika dia menghendaki manusia di ciptakan untuk menghadapi masalah. Maka secara profesional, manusia seharusnya dengan gagah menghadapinya. Dengan di invasikanya masalah ini pada kehidupan manusia, maka Allah tidak membiarkan masalah ini secara membabi buta meruntuhkan kemanusiaan. Oleh karna itu dengan keperkasaan Nya, di ciptakanlah sang akal khusus untuk mempagar betisi ataupun mengclean sheet kan segala bentuk permasalahan. ya!, namanya adalah sang akal. Akal adalah anugerah yang besar yang tak terbantahkan. Ia menjadi titik terpenting dalam struktur keorganisasian dalam macam aspek diciptakanya manusia. Ialah sang pembeda antara manusia dan hewan. Antara kemuliaan dan kehinaan.

Satu gagasan penting yang harus kita kita implementasikan adalah berfikir jernih. Dalam film Shooter ( sebuah film tentang perjalanan hidup seorang Sniper ), sang aktor utama ketika bersiap melesatkan peluru berkata, “ pelan adalah lancar, lancar adalah cepat “. Dari itu kita bisa istifadah bahwa berfikir jernih adalah berfikir tenang walau lambat, karena dengan ketenangan dan kejernihan dalam berfikir akan berujung kelancaran dan kecepatan. Sebuah hal yang signifikan karena ternyata Rasulullah sendiripun juga mengingatkan : العجلة من الشيطان  “ ketergesa gesaan itu adalah dari syetan “. Dari hadits ini bisa kita sinergikan dengan pola berfikir jernih. Pola berfikir jernih ini di terapkan jika manusia mau memakai akal sehatnya. Mula mula dia akan melihat kepada jenis permasalahan yang ia hadapi, ia kenali dan akrabi. Yang kedua dia akan berpikir bagaimana cara tercerdik untuk menuntaskan masalah rumit dengan cara sederhana. Tidak tergesa gesa dan mencoba bersikap tenang. Terkadang orang hanya memikirkan kecepatan. Padahal justru disitulah awal kecerobohan.

Liat saja secara sekelibat bagaimana cara orang yang tak kunjung selesai menyalakan korek api. Dia hanya ingin segera dan segera menyala. Tapi tak sadar kalau serbuknya telah melembab. Ia paksakan hingga batang korek pun patah. Atau ketika sedang mengerjakan sebuah tugas dari kampus. Sebenarnya jika didiskusikan akan lebih cepat tuntas. Tapi karena ketergesaan tadi maka tugas pun tak kunjung selesai. Ini karena enggan berpikir jernih. Pun juga ketika orang sedang berpergian jauh. Ia tak perlu repot-repot mencari penginapan, padahal ia dapati banyak teman lama didaerah itu. Tapi karena ia hanya berpikir pendek, maka ia merepotkan dirinya sendiri. Hal ini sangat bisa difikirkan. Karena ternyata anggapan besar kecilnya masalah adalah bergantung pada worldview atau cara pandang hidup dalam artian bagaimana dia menganggap adanya si masalah. Jika masalah itu besar menurut seseorang maka akan jadi besar pulalah dia. Jika masalah itu kecil baginya maka akan jadilah ia si masalah kecil. Jika seseorang berfikir akan bisa mengatasi masalahnya maka dia akan mampu mengatasinya, meskipun bila juga belum tertuntaskan tapi dia akan selalu berjiwa besar menghadapi semua final yang telah klimaks. Tapi jika ia merasa tak mampu untuk menghadang pelbagai invasi problematika hidup, maka ia akan gagal sebelum bergerak. Walaupun pada dasarnya itu adalah masalah sepele saja.

Orang yang suka merealisasikan hidupnya dengan hal hal yang simple dan sederhana tentu ia tak akan merepotkan dirinya sendiri apalagi orang lain. Jika ia tahu ia mampu berjalan ke kanan maka ia tak akan merepotkan dirinya sendiri dengan berjalan ke kiri. Jika ia berbakat belajar kungfu mengapa harus memaksakan diri dengan belajar membaca puisi. Jika bisa mendaki melalui jalur setapak mengapa harus bersusah riya membuat jalan sendiri. Jika bisa meraih buah mangga dengan kayu mengapa harus memanjat. Jika bisa membuang sampah sendiri mengapa harus menunggu petugas pembuang sampah. Jika bisa memadamkan api sendiri mengapa harus menunggu pemadam kebakaran. Kalimat-kalimat diatas merupakan konotasi bahwa kita tak perlu merepotkan diri sendiri atau merepotkan orang lain. Tentunya indikasi tersebut diluar tujuan-tujuan positif tertentu dan sudah menjadi masalah umum.

Rasulullah sebagai suri tauladan umat Islam. Telah mencontohkan terlalu banyak pemecahan masalah dengan berfikir jernih kepada para sahabat. Bagaimana beliau tetap berfikir tenang dikala banyak pihak yang menolak dakwah beliau. Bagaimana sikap beliau menghadapi keadaan genting nan kritis ketika perang Badar. Bagaimana beliau menanggapi orang yang benar-benar tidak tahu tentang syariat, seperti seorang Badui yang kencing di Masjid. Bagaimana beliau menenangkan Abu Bakar yang merasakan ketakutan dan kegelisahan yang dahsyat di Gua Tsur, hingga kata-kata hiburan itu tetap hidup hingga kini, ‘Laa Tahzan Inallaha Ma’ana’. Sampai bagaimana beliau berfikir jernih dan bijaksana dikala semua Sahabat tidak mempercayainya, yaitu meberikan maaf kepada Ikrimah bin Abi Jahl yang sebelumnya telah di black list oleh Rasulullah sebagai musuh yang harus dibunuh. Namun akhirnya dengan dimaafkannya ia, akhirnya diapun memeluk Islam. 

Contoh pertama ketika bliau berdakwah di Makkah dan banyak yang menolak. Jika orang berfikir secara serampangan tentu ia memilih medan Dakwah lain yang lebih mudah dan tidak menyakitkan hati. Tapi karena kecerdasan akal dan keluhuran moral yang ditampakan oleh beliau. Maka selama sepuluh tahun masa risalah di makkah telah menjadikan para kafir Quroisy geleng-geleng kepala. Bahkan ketika Amirul Mukminin Umar bin khatab telah memeluk islam. Ia dengan kemarahannya mengadukan untuk segera melawan dan berperang dengan kafir Quroisy. Tapi dengan kejernihan pola pikir Rasulullah yang dilandasi wahyu, maka beliau berhasil menenangkan Amirul Mukminin Umar radiyallahu ‘anhu. 

Adapun contoh yang kedua ketika akan terjadinya perang Badar. Sebuah kemustahilan dan sangat tidak menjunjung tinggi fairplay. Karena jumlah kaum muslimin ketika itu hanya 317 berbanding 1300. Tapi karena keyakinan yang di wasiatkan oleh Rasulullah maka akhirnya mereka maju dengan gagah berani dan memperoleh kemenangan. Teladan yang selanjutnya ketika para sahabat geram dan marah kala seorang Badui mengencingi masjid tempat para sahabat sholat. Dengan kejernihan pola pikir dan kebijaksanaannya, beliau tidak menyuruh untuk menghukum si Badui yang tak tahu, tapi beliau perintahkan untuk menyirami tanah yang dikencingi dengan air dan memberikan maaf kepada si Badui. 

Lalu kecontoh selanjutnya ketika Beliau dan sahabat Abu Bakar As shidiq berada dalam kejaran para pemuda utusan dari berbagai qobilah, untuk membunuhnya. Rasulullah dan Abu Bakar bersembunyi dalam Gua Tsur. Para kafir Quraisy sebenarnya sudah berada di mulut Gua. Dengan keadaan genting ini Abu Bakar merasakan ketakutan dan kegelisahan yang dahsyat. Lalu Rasulullah pun menenangkannya dengan kata-kata motifasi, ‘jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita’.  

Jika orang sudah tak menghiraukan lagi berpola pikir jernih maka yang terjadi adalah kecerobohan-kecerobohan konyol yang akhirnya berakhir dengan kemarahan yang tidak perlu. Orang seharusnya bisa menyalakan api kompor secukupnya agar tak terjadi kebakaran. Orang seharusnya bisa membuka kran air secukupnya tanpa menyebabkan krisis air. Orang seharusunya bisa meninggalkan kamar mandi setelah ia pakai tanpa meninggalkan bekas yang merepotkan. Orang seharusnya bisa tau diri menggunakan waktunya tanpa menyalahkan satu pihak. Orang seharusnya tidak tinggal diam melihat orang yang masih tertidur di masjid padahal waktu sudah azan. So, marilah kita selalu berusaha dan mencoba untuk selalu berfikir jernih dalam segala hal. Wallahu a’lam.              

By : Irsyadul Hakim

0 comments:

Post a Comment