Oleh : Irsyadul Hakim
Disetiap
gerakan revolusioner dalam kancah sejarah masa lalu. Terdapat banyak
tokoh-tokoh heroik yang menganut pemikiran ekstrim dalam memperjuangkan
ideologinya untuk merevolusi tirani penindas. Mereka mengadopsi berbagai macam pemikiran dari buku-buku barat
yang dijadika acuan pada saat itu seperti teori marxisme1 yang di
gagas oleh Karl Marx.
Dengan membaca gagasan dan teori ini, ternyata memunculkan
karakter yang berbeda satu sama lain. Setiap mereka mengambil faham ini dengan
kesimpulan yang berbeda. Ada yang menyerap secara keseluruhan dan ada pula yang
kritis mengambilnya. Lewat cara otodidak ataupun formal
pemikiran-pemikiran ini mampu mereka serap secara kritis dan membawa
perubahan dalam perjuangannya.
Berdasarkan
ideologinya, secara spesifik bisa di bagi menjadi dua golongan yaitu ‘Kanan’ radikal dan ‘Kiri’ radikal. Dua kelompok
ini sangat berseberangan. Bahkan dalam berbagai sisi mereka bertentangan. Indikasi
ini dibuktikan dengan adanya tulisan dari pemikiran para tokoh mereka yang
uniknya amat kaya perspektif. Ada yang ditulis dari perspektif Kanan radikal
hingga Kiri radikal. Ada yang ditulis oleh tokoh-tokoh Darul Islam (DI) hingga
tokoh-tokoh komunis (PKI).
Kokohnya ideologi ini
terus eksis hingga hidup ditengah-tengah umat Islam sampai saat ini. Disadari
atau tidak ideologi ini merupakan warisan masa lalu yang akan terus berjalan
sampai entah kapan nantinya. Generasi penerus Kanan dan Kiri terus survive ke
umat Islam hingga memunculkan terma kanan Islam dan Kiri Islam.
Dua
kelompok ini sebenarnya adalah bagian dari
berbagai macam terma yang dialamatkan kepada agama ini, seperti islam moderat, islam radikal, islam liberal, islam
inklusif, islam aktual, islam progresif dan lain sebagainya. Kanan Islam sebenarnya memang berpondasi sejajar dengan Kanan radikal
tetapi Kiri Islam menolak disejajarkan dengan Kiri radikal (komunis).
Sebagaimana pernyataan Hassan Hanafi2 yang menolak
tegas bila Kiri Islam dipengaruhi oleh Marxisme atau Islam berbaju Marxis. Kaum
Marxis memang memiliki cita-cita dan tujuan yang sama dengan Kiri Islam yaitu anti
kolonialisme, imperialisme, kapitalisme, demokrasi, dan keadilan. Namun bukan berarti
Kiri Islam adalah Marxis, apalagi derivasi (pembalikan kata) dari ajaran Marx
itu.
Kiri Islam juga bukan Liberalisme atau Syiah meskipun kelahirannya
diilhami oleh gagasan-gagasan Liberalisme dan Syiah, ia terbebas dari segala
bentuk pemikiran Timur maupun Barat. Kiri Islam menghadirkan budaya Ideologis
yang berasal dari warisan klasik Islam yaitu Al Qur’an dan As Sunah. Dan Islam
Klasik itu bukanlah Barat, bukan juga Timur.
Dalam tulisan singkat ini saya akan mencoba menguraikan secara singkat pergerakan serta karakter
dua golongan yang berbeda haluan yaitu Kanan
Islam dan Kiri Islam. Mensinergikan ataupun meresensikan
dua sumber yang bembahas khusus tentang masalah ini.
Sebuah buku Dari Kanan
Islam Hingga Kiri Islam karya Ahmad Suhelmi, MA dan sebuah artikel Sinergi
Kiri Dan Kanan karya Fuad Munajad.
Semoga keduanya bisa mewakili inti
pembahasan ini dan menjadikan pencerahan dalam wawasan keilmuan kita.
Hassan Hanafi, seorang tokoh pemikir
Mesir yang mencetuskan gagasan Kiri Islam. Menuangkan tulisannya dalam sebuah jurnal yang berjudul Al-Yasar
Al-Islam.
Ia menolak asumsi bahwa dalam Islam tidak ada Kanan dan Kiri, yang
ada hanya Islam. Pandangan itu menurutnya naif atau sesuatu yang berada diluar
realitas historis umat Islam. Tidak bertitik tolak pada realitas sosial budaya
umat masa lampau dan masa kini. Ia menegaskan bila
kita berfikir empiris maka kita akan melihat umat Islam dalam pertentangan
kepentingan antara kelompok “Kiri” dan “kanan”.
Dalam gagasannya ini beliau mendefinisikan bahwa Islam is the liberation religion,
Islam adalah agama yang membebaskan dan tekanan utamanya adalah pembebasan kaum
Muslim dan kaum tertindas. Watak pembebasan itu sepenuhnya islami, diinspirasi
oleh teks-teks suci dan warisan sejarah Islam. Watak yang membebaskan itulah
yang membuat Hanafi berkesimpulan bahwa Islam sesungguhnya agama Tuhan yang
bersifat Kiri adanya adalah sebuah kekeliruan, menurut Hanafi apabila Kiri
Islam dikait kaitkan dengan ideologi-ideologi barat. Inilah klaim Hanafi.
Menurut
Ahmad Suhelmi Gagasan Kiri Islam Hanafi belakangan cukup populer khususnya
dikalangan generasi muda Nahdatul Ulama (NU). Demikian kuat pengaruh pemikir
Muslim Mesir kontemporer itu, membuat sebagian angkatan muda NU tanpa sungkan
mengklaim dirinya sebagai ‘beraliran Kiri’. Dalam jurnalnya ini, beliau juga
menggagas Oksidentalisme, yang menurut Ahmad Suhelmi amatlah spektakuler.
Oksidentalisme adalah sebuah wacana yang menjadi tandingan Orientalisme yang
selama ini dikembangkan oleh para sarjana Barat. Ia merupakan salah satu karya
besar Hanafi.
1.
Marxisme : merupakan dasar teori komunisme modern. Teori ini tertuang dalam buku Manisfesto komunis yang dibuat oleh Marx dan Friedrich Engels. Marxisme merupakan bentuk protes Marx terhadap paham kapitalisme. Ia menganggap bahwa kaum kapital mengumpulkan uang
dengan mengorbankan kaum proletar (buruh). Kondisi kaum proletar sangat menyedihkan karena
dipaksa bekerja berjam-jam dengan upah minimum, sementara hasil pekerjaan
mereka hanya dinikmati oleh kaum kapitalis. Banyak kaum proletar yang harus
hidup di daerah pinggiran dan kumuh. Marx berpendapat bahwa masalah ini timbul
karena adanya "kepemilikan pribadi" dan penguasaan kekayaan yang
didominasi orang-orang kaya. Untuk menyejahterakan kaum proletar, Marx
berpendapat bahwa paham kapitalisme diganti dengan paham komunisme. Bila kondisi ini terus dibiarkan, menurut Marx, kaum
proletar akan memberontak dan menuntut keadilan. Inilah dasar dari marxisme. Sumber: wikipedia
2.
Ia di lahirkan di Mesir pada 13 februari 1953. Menjadi salah satu pemikir
mutakhir Mesir. Ia mencetuskan gagasan Kiri Islam (Al Yasar Al Islam)
dan Oksidentalisme (Occidentalsm). Wacananya ini baru dikenal di
Indonesia setelah kunjungannya ke Indonesia pada tahun 2000. Dan terbitnya
terjemahan karya pemikir ini yang berjudul ‘Oksidentalisme, sikap kita
terhadap Barat’ .sumber: Dari Kanan Islam hingga Kiri Islam, Ahmad
Suhelmi
Karena dalam proyek
penulisannya ini ia melakukan study bertahun-tahun nyaris tanpa jeda, lalu ia menuliskan
hasil penelitiannya dalam berjilid-jilid buku. Dan untuk pengantar memahami
Oksidentalisme nya saja, ia telah menulis sekitar 800 halaman.
Oksidentalisme adalah
semacam tandingan bagi Orientalisme. Bila Orientalisme merupakan kajian
orang-orang barat mengenai Timur atau dunia Islam dan cara memahaminya dengan
metode Barat, maka Oksidentalisme merupakan kajian orang-orang Timur dan Islam
mengenai Barat dengan segala aspek kehidupannya. Bila dalam Orientalisme, Timur
dan Islam dijadikan objek, maka dalam kajian Oksidentalisme Baratlah yang
dijadikan objek timur dan Islam lalu menjadikan dirinya sebagai ‘subjek’.
Dengan logika itu, Oksidentalisme bertujuan mengikis ‘egosentrisme Barat’ yang
berlebihan terhadap Timur dan dunia Islam. Barat juga diharapkan tidak selalu
menjadi ‘subjek’ sementara Timur dan Islam dijadikan ‘objek’. Dengan cara
demikian Barat tidak lagi merasa benar sendiri, dan yang lain salah.
Adapun Kanan Islam.
Orang-orang Komunis menyebut golongan ini selalu bersifat konservatif. Tidak
mau kompromi, kolot, tegas mempertahankan yang usang secara mati-matian dan
merugikan kepentingan rakyat. Sebutan ini sulit untuk dibantah karena memang
golongan Kanan sudah seperti menjadi pantangan dari pergerakan mereka.
Akan tetapi Fuad Munajat mempunyai istilah yang menurut saya lebih tepat
untuk mendefinisikan dua kubu ini. Beliau mengatakan, ‘bagi saya kiri dan kanan
yang mencerminkan umat Islam khususnya dalam wacana keindonesiaan lebih dekat (untuk saat ini), pada diskursus liberal versus konservatif sebagaimana
dalam pengertiannya dalam kancah perpolitikan. Saya tidak menafikan mata air
utama wacana Kiri Islam berasal dari pemikiran Hassan Hanafi pada dekade
1980-an dan untuk pertama kali karya maupun komentar pemikirannya diterbitkan
melalui penerjemahan oleh penerbit LKiS pada awal dekade 1990-an. Namun
perkembangan yang terjadi di Indonesia memperlihatkan polarisasi ke arah
liberal versus konservatif sebagaimana tersebut di atas. Mungkin ini hanya
generalisasi yang salah kaprah atau apapun istilahnya namun dalam ilmu bahasa
diakui adanya gejala seperti itu yakni sebuah konsep kata bisa saja mengalami
perluasan maupun penyempitan makna sesuai dengan perubahan masa.
Sekilas memang agak
membingungkan pengertian kedua kubu ini. Tapi dengan rancunya ini, Fuad munajat
berhasil menyederhanakanya dan membuat beberapa karakter antar keduanya. Beliau
mengambil ciri karakter Kiri dari Agus Muhammad, yang kemudian beliau
melengkapinya dengan menambahi karakter Kanan. Dengan cara kerja ini menunjukan
bahwa penyebutan karakter pengisi kategori kiri dan kanan lebih penting ketimbang harus
menyebutkan nama organisasi-organisasi pengusungnya.
NO
|
KARAKTER
KIRI
|
KARAKTER
KANAN
|
1
|
Pemahaman yang
kontekstual bahkan tidak jarang menggunakan pendekatan hermeunetika yang
selama ini berkembang untuk tafsir bibel
|
Pemahaman yang
sangat literal terhadap ajaran Islam
|
2
|
Islam merupakan
konstruksi historis bahkan dalam pandangan ekstrim mereka al-Quran adalah
produk budaya
|
keyakinan yang
sangat kuat bahwa Islam adalah satu-satunya solusi untuk menyelesaikan
berbagai krisis di negeri ini
|
3
|
Negara boleh
berbentuk apa saja yang penting nilai Islam dapat ditegakkan
|
perjuangan yang tak
kenal lelah menegakkan syariat Islam
|
4
|
Bersikap pluralis
bahkan dalam pemahaman keagamaan menganut wihdatul adyan
|
resistensi terhadap
kelompok yang berbeda pemahaman dan keyakinan,
|
5
|
Menolak Barat dengan
konsep oksidentalismenya (sebenarnya tidak menolak)
|
penolakan dan
kebencian yang nyaris tanpa cadangan terhadap segala sesuatu yang berbau
Barat
|
Karakter di atas bukan
berarti karakter mutlak bagi masing-masing kelompok. Bagan di atas lebih mencerminkan
orientasi secara garis besar dan bisa jadi antara karakter kiri dan kanan
bersatu pada diri seseorang. Ini menjadi sebuah catatan tersendiri karena
memang ada beberapa tokoh sejarah yang berkarakter sebagian Kanan dan sebagian
lagi Kiri. Agak aneh memang. Tapi jika merujuk pada buku karangan Ahmad Suhelmi
ini. Akan ditemukan tokoh yang berkarakter ‘ganda’. sebut saja Haji Muhammad
Misbach.
Dia adalah seorang mantan
tokoh ISDV1 dan juga
mantan tokoh Sarekat Islam. Ia secara ideologis membela mati matian Marxisme (komunisme) dan menganjurkan
para pendukungnya untuk berjihad membela Islam dan Komunisme. Itu sebabnya ia
sering juga dijuluki ‘Haji Merah’. Beliau bertolak belakang dengan banyak tokoh
Islam puritan atau komunisme sezamannya yang menganggap mustahil mensintesakan
Islam dengan Komunisme. Misbach justru sangat yakin bahwa keduannya tidak saja
sejalan, bahkan sejiwa dan saling melengkapi. Hal ini diperkuat ketika dia
mengatakan, ‘Seharusnya orang Islam yang sejati menyokong kepada masuknya komunisme,
pun sebaliknya, orang yang mengaku dirinya Islam tetapi tidak setuju adanya
komunisme, saya berani mengatakan bahwa ia bukan Islam sejati, atau belum
mengerti betul-betul tentang duduknya agama Islam. Nyentrik memang perkataan
ini. Aneh dan sukar dinalar. Bagaimana mungkin dia mengatakan untuk membela
matia-matian komunisme, sedang ajaran ini anti Tuhan?.
Karangan Ahmad Suhelmi
ini mengupas tuntas biografi para tokoh Kanan dan Kiri. Diantaranya Sekarmadji
Maridjan Kartosuwiryo, Muhammad Natsir, Muhammad
Amien Rais, H.M. Ch. Ibrahim, Muhammad Hatta, Abdurrahman Wahid, Haji Muhammad
Misbach, Tan Malaka, Ali Syariati, Hassan Hanafi. Secara tidak langsung beliau
mengkategorikan tokoh-tokoh diatas menjadi dua bagian. Dari Kiri, Muhammad Hatta, Abdurrahman Wahid, Haji
Muhammad Misbach, Tan Malaka, Ali Syariati dan Hassan Hanafi. Sedangkan dari
Kanan, S.M. Kartosuwiryo, H.M. Ch. Ibrahim dan M. Amien Rais. Inilah
tokoh-tokoh yang berbaju Kanan dan Kiri menurut beliau. Tapi setelah saya
membaca tuntas biografi Ch. Ibrahim dan M. Amien Rais ini. Agaknya saya merasa
enggan menyebut mereka bergolongan Kanan. Tentu dugaan ini berdasarkan bagan
yang telah termaktub diatas. Secara pergerakan mungkin ada benarnya mereka
berdua masuk karakter Kanan, sedangkan merujuk kepada pemikirannya Ch. Ibrahim
hampir sama dengan M. Natsir. Jadi beliau juga lebih mendekati kepada karakter
Kanan. Tapi dalam ideologi dan cara yang ditempuh, semestinya ada pengoreksian
ulang.
Ada seorang lagi yang
belum tersebutkan yaitu M. Natsir. Di kubu manakah beliau ini?. Secara garis
perjuangan tidaklah mungkin beliau dikategorikan berkarakter Kiri. Tapi mungkin
inilah kelemahan buku ini. Tidak secara lansung memvonis tokoh-tokohnya. Tapi
jika kita kaitkan dengan bagan diatas, tentu kita bisa secara adil
mengkategorikan bahwa secara murni golongan kanan hanya di karakteri oleh seseorang
yaitu S.M. Kartosuwiryo. Tapi kita tidak bisa menafikan bahwa M. Natsir
termasuk sebagai golongan Kanan karena garis perjuangannya yang sejajar dengan
Kartosuwiryo. Hanya saja beliau lebih memilih jalan damai dalam perjuangannya
dan menghindari resiko yang lebih besar. juga disebabkan kondisi waktu itu yang
tidak memungkinkan untuk bersifat ‘kaku’. Melihat bangsa Indonesia yang baru
saja merdeka. Mengapa hanya mereka yang divonis Kanan?. Karena hanya mereka
bertigalah yang mendekati karakter konservatif dan mempertahankan yang usang.
Meski antara Kartosuwiryo dan M. Natsir sempat terjadi ’insident’ dalam menempuh
jalan perjuangan untuk menegakkan Negara Islam di nusantara. Tapi diluar dari
semua itu mereka berdua tetap berkeyakinan bahwa syariat Islam harus ditegakkan
di Indonesia.
Kajian Islam Kanan dan Islam kiri ini tentu tidak ada
dalil yang menjelaskan eksistensi kedunya dalam Al Qur’an da Hadits. Karena
dalam Islam hanya ada satu ideologi, yaitu Islam yang berdasarkan Al Qu’an dan
As Sunnah yang tersebut dalam hadits sebagai Ahlussunah wal jama’ah. Pembahasan
ini bukanlah bermaksud untuk memecahkan umat Islam lebih banyak lagi. Tapi dengan
realitas yang ada dari masa lalu hingga kini. Bisa kita jadikan wawasan
keilmuan dan ibroh yang baik. Sebagai seorang penuntut ilmu kita tidak bisa
begitu saja acuh akan dua kelompok ini. Karena realita membuktikan bahwa
keduanya memiliki generasi penerus sampai saat ini. Apalagi dizaman modern
sekarang ini yang semua orang berhak bicara. Perhatikan di sekeliling kita.
Para generasi penerus mulai bermunculan. Mulai dari generasi penerus
Kartosuwiryo hingga Samaun. Generasi penerus M. Natsir hingga Abdurrahman
Wahid. Penerus Amin Rais hingga Tan Malaka. Bahkan yang mendominasi eksistensi
di Indonesia saat ini adalah generasi penerus Soekarno. Wallahu a’lam bi showab.
Keanggotaan awal ISDV pada dasarnya terdiri atas 85 anggota dari dua partai sosialis Belanda, yaitu SDAP (Partai Buruh Sosial Demokratis) dan SDP (Partai Sosial Demokratis), yang aktif di Hindia Belanda. Pada awalnya PKI adalah gerakan yang berasimilasi ke dalam Sarekat Islam. Keadaan yang semakin parah dimana ada perselisihan antara para anggotanya, terutama di Semarang dan Yogyakarta membuat Sarekat Islam melaksanakan disiplin partai. Yakni melarang anggotanya mendapat gelar ganda di kancah perjuangan pergerakan indonesia. Keputusan tersebut tentu saja membuat para anggota yang beraliran komunis kesal dan keluar dari partai dan membentuk partai baru yang disebut ISDV. Pada Kongres ISDV di Semarang (Mei 1920), nama organisasi ini diubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia. Semaoen diangkat sebagai ketua partai.Pada 1924 nama partai ini sekali lagi diubah, kali ini adalah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).
Istilah-istilah
1.
Tirani : Kekuasaan yang digunakan semenang menang
2.
Marxisme : adalah sebuah paham yang mengikuti pandangan-pandangan
dari Karl Mark. Merupakan dasar teori komunisme
modern.
3.
Indikasi : tanda tanda yang menarik perhatian
4.
Perspektif :
sudut pandang
5.
Survive : bertahan
6.
Terma : istilah
7.
Moderat : Selalu menghindari perilaku atau
pengungkapan yang ekstrim
8.
Radikal : Menuntut perubahan yang amat keras kepada
pemerintah
9.
Liberal : bersifat bebas dan berpandangn bebas
10.
Inklusif : Termasuk, terhitung
11.
Aktual : baru saja terjadi dan benar-benar terjadi
12.
Progresif : kea rah kemajuan, behaluan kearah
perbaikan dari keadaan sekarang
13.
Kolonialisme : paham tentang penguasaan oleh suatu
Negara atas Negara lain dengan maksud untuk memperluas Negara itu
14.
Imperialism : system politik yang bertujan menjajah
Negara lain untuk mendapatkan kekuasan dan keuntungan yang lebih besar
15.
Kapitalisme : system dan paham ekonomi yang modalnya
bersumber pada modal pribadi atau modal perusahaan swasta dengan cirri
persaingan di pasaran bebas
16.
Derivasi :
pembentukan kata secara terbalik
17.
Ideologis : yaitu konsep ideologi yang merupakan
kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas kejadian yang memberiakan arah
dan tujan untuk kelangsungan hidup
18.
Mensinergikan : melakukan kegiatan atau operasi
gabungan
19.
Meresensikan : pertimbangan atau pembicaraan tentang
buku
20.
Asumsi : Dugaan yang diterima sebagai dasar
21.
Empiris : berdasarkan pengalaman
22.
Kontemporer : pada masa kini
23.
Egosentrisme : sifat atau kelakuan yang selalu
menjadikan diri sendiri sebagai pusat segala hal
24.
Konservatif : kolot, bersifat mempertahankan keadaan,
kebiasaan dan tradisi yang berlaku
25.
Polarisasi : proses, perbuatan,pembagian atas dua
bagian yang berlawanan
26.
Kontekstual :
asal kata konteks,situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian
27.
Konstruksi : susunan, tata letak
28.
Pluralis : paham yang mengatakan bahwa semua agama
adalah sama dalam satu tujuan dan satu tuhan
29.
Resistansi : ketahanan
30.
Orientasi : peninjauan untuk menentukan sikap yang
tepat dan benar
31.
Sintesa : paduan, campuran dari berbagai pengertian
atau hal sehangga menjadi kesatuan yang laras
Mantap...
ReplyDeletebagus
ReplyDelete