Thursday 28 May 2015



Oleh : Irsyadul Hakim
 Disetiap gerakan revolusioner dalam kancah sejarah masa lalu. Terdapat banyak tokoh-tokoh heroik yang menganut pemikiran ekstrim dalam memperjuangkan ideologinya untuk merevolusi tirani penindas. Mereka mengadopsi  berbagai macam pemikiran dari buku-buku barat yang dijadika acuan pada saat itu seperti teori marxisme1 yang di gagas oleh Karl Marx.
 Dengan membaca gagasan dan teori ini, ternyata memunculkan karakter yang berbeda satu sama lain. Setiap mereka mengambil faham ini dengan kesimpulan yang berbeda. Ada yang menyerap secara keseluruhan dan ada pula yang kritis mengambilnya. Lewat cara otodidak ataupun formal pemikiran-pemikiran ini mampu mereka serap secara kritis dan membawa perubahan dalam perjuangannya.
  Berdasarkan ideologinya, secara spesifik bisa di bagi menjadi dua golongan yaitu ‘Kanan’ radikal dan ‘Kiri’ radikal. Dua kelompok ini sangat berseberangan. Bahkan dalam berbagai sisi mereka bertentangan. Indikasi ini dibuktikan dengan adanya tulisan dari pemikiran para tokoh mereka yang uniknya amat kaya perspektif. Ada yang ditulis dari perspektif Kanan radikal hingga Kiri radikal. Ada yang ditulis oleh tokoh-tokoh Darul Islam (DI) hingga tokoh-tokoh komunis (PKI).
Kokohnya ideologi ini terus eksis hingga hidup ditengah-tengah umat Islam sampai saat ini. Disadari atau tidak ideologi ini merupakan warisan masa lalu yang akan terus berjalan sampai entah kapan nantinya. Generasi penerus Kanan dan Kiri terus survive ke umat Islam hingga memunculkan terma kanan Islam dan Kiri Islam.
 Dua kelompok ini sebenarnya adalah bagian dari berbagai macam terma yang dialamatkan kepada agama ini, seperti islam moderat, islam radikal, islam liberal, islam inklusif, islam aktual, islam progresif dan lain sebagainya. Kanan Islam sebenarnya memang berpondasi sejajar dengan Kanan radikal tetapi Kiri Islam menolak disejajarkan dengan Kiri radikal (komunis). 

Sebagaimana pernyataan Hassan Hanafi2 yang menolak tegas bila Kiri Islam dipengaruhi oleh Marxisme atau Islam berbaju Marxis. Kaum Marxis memang memiliki cita-cita dan tujuan yang sama dengan Kiri Islam yaitu anti kolonialisme, imperialisme, kapitalisme, demokrasi, dan keadilan. Namun bukan berarti Kiri Islam adalah Marxis, apalagi derivasi (pembalikan kata) dari ajaran Marx itu.
 Kiri Islam juga bukan Liberalisme atau Syiah meskipun kelahirannya diilhami oleh gagasan-gagasan Liberalisme dan Syiah, ia terbebas dari segala bentuk pemikiran Timur maupun Barat. Kiri Islam menghadirkan budaya Ideologis yang berasal dari warisan klasik Islam yaitu Al Qur’an dan As Sunah. Dan Islam Klasik itu bukanlah Barat, bukan juga Timur.
Dalam tulisan singkat ini saya akan mencoba menguraikan secara singkat pergerakan serta karakter dua golongan yang berbeda haluan yaitu Kanan Islam dan Kiri Islam. Mensinergikan ataupun meresensikan dua sumber yang bembahas khusus tentang masalah ini.
 Sebuah buku Dari Kanan Islam Hingga Kiri Islam karya Ahmad Suhelmi, MA dan sebuah artikel Sinergi Kiri Dan Kanan karya Fuad Munajad. 
Semoga keduanya bisa mewakili inti pembahasan ini dan menjadikan pencerahan dalam wawasan keilmuan kita.
Hassan Hanafi, seorang tokoh pemikir Mesir yang mencetuskan gagasan Kiri Islam. Menuangkan tulisannya dalam sebuah jurnal yang berjudul Al-Yasar Al-Islam.
  Ia menolak asumsi bahwa dalam Islam tidak ada Kanan dan Kiri, yang ada hanya Islam. Pandangan itu menurutnya naif atau sesuatu yang berada diluar realitas historis umat Islam. Tidak bertitik tolak pada realitas sosial budaya umat masa lampau dan masa kini. Ia menegaskan bila kita berfikir empiris maka kita akan melihat umat Islam dalam pertentangan kepentingan antara kelompok “Kiri” dan “kanan”. 
Dalam gagasannya ini beliau mendefinisikan bahwa Islam is the liberation religion, Islam adalah agama yang membebaskan dan tekanan utamanya adalah pembebasan kaum Muslim dan kaum tertindas. Watak pembebasan itu sepenuhnya islami, diinspirasi oleh teks-teks suci dan warisan sejarah Islam. Watak yang membebaskan itulah yang membuat Hanafi berkesimpulan bahwa Islam sesungguhnya agama Tuhan yang bersifat Kiri adanya adalah sebuah kekeliruan, menurut Hanafi apabila Kiri Islam dikait kaitkan dengan ideologi-ideologi barat. Inilah klaim Hanafi. 
Menurut Ahmad Suhelmi Gagasan Kiri Islam Hanafi belakangan cukup populer khususnya dikalangan generasi muda Nahdatul Ulama (NU). Demikian kuat pengaruh pemikir Muslim Mesir kontemporer itu, membuat sebagian angkatan muda NU tanpa sungkan mengklaim dirinya sebagai ‘beraliran Kiri’. Dalam jurnalnya ini, beliau juga menggagas Oksidentalisme, yang menurut Ahmad Suhelmi amatlah spektakuler. Oksidentalisme adalah sebuah wacana yang menjadi tandingan Orientalisme yang selama ini dikembangkan oleh para sarjana Barat. Ia merupakan salah satu karya besar Hanafi.


1.        Marxisme : merupakan dasar teori komunisme modern. Teori ini tertuang dalam buku Manisfesto komunis yang dibuat oleh Marx dan Friedrich Engels. Marxisme merupakan bentuk protes Marx terhadap paham kapitalisme. Ia menganggap bahwa kaum kapital mengumpulkan uang dengan mengorbankan kaum proletar (buruh). Kondisi kaum proletar sangat menyedihkan karena dipaksa bekerja berjam-jam dengan upah minimum, sementara hasil pekerjaan mereka hanya dinikmati oleh kaum kapitalis. Banyak kaum proletar yang harus hidup di daerah pinggiran dan kumuh. Marx berpendapat bahwa masalah ini timbul karena adanya "kepemilikan pribadi" dan penguasaan kekayaan yang didominasi orang-orang kaya. Untuk menyejahterakan kaum proletar, Marx berpendapat bahwa paham kapitalisme diganti dengan paham komunisme. Bila kondisi ini terus dibiarkan, menurut Marx, kaum proletar akan memberontak dan menuntut keadilan. Inilah dasar dari marxisme. Sumber: wikipedia
2.        Ia di lahirkan di Mesir pada 13 februari 1953. Menjadi salah satu pemikir mutakhir Mesir. Ia mencetuskan gagasan Kiri Islam (Al Yasar Al Islam) dan Oksidentalisme (Occidentalsm). Wacananya ini baru dikenal di Indonesia setelah kunjungannya ke Indonesia pada tahun 2000. Dan terbitnya terjemahan karya pemikir ini yang berjudul ‘Oksidentalisme, sikap kita terhadap Barat’ .sumber: Dari Kanan Islam hingga Kiri Islam, Ahmad Suhelmi


Karena dalam proyek penulisannya ini ia melakukan study bertahun-tahun nyaris tanpa jeda, lalu ia menuliskan hasil penelitiannya dalam berjilid-jilid buku. Dan untuk pengantar memahami Oksidentalisme nya saja, ia telah menulis sekitar 800 halaman.
Oksidentalisme adalah semacam tandingan bagi Orientalisme. Bila Orientalisme merupakan kajian orang-orang barat mengenai Timur atau dunia Islam dan cara memahaminya dengan metode Barat, maka Oksidentalisme merupakan kajian orang-orang Timur dan Islam mengenai Barat dengan segala aspek kehidupannya. Bila dalam Orientalisme, Timur dan Islam dijadikan objek, maka dalam kajian Oksidentalisme Baratlah yang dijadikan objek timur dan Islam lalu menjadikan dirinya sebagai ‘subjek’. Dengan logika itu, Oksidentalisme bertujuan mengikis ‘egosentrisme Barat’ yang berlebihan terhadap Timur dan dunia Islam. Barat juga diharapkan tidak selalu menjadi ‘subjek’ sementara Timur dan Islam dijadikan ‘objek’. Dengan cara demikian Barat tidak lagi merasa benar sendiri, dan yang lain salah.
Adapun Kanan Islam. Orang-orang Komunis menyebut golongan ini selalu bersifat konservatif. Tidak mau kompromi, kolot, tegas mempertahankan yang usang secara mati-matian dan merugikan kepentingan rakyat. Sebutan ini sulit untuk dibantah karena memang golongan Kanan sudah seperti menjadi pantangan dari pergerakan mereka.
Akan tetapi Fuad Munajat mempunyai istilah yang menurut saya lebih tepat untuk mendefinisikan dua kubu ini. Beliau mengatakan, ‘bagi saya kiri dan kanan yang mencerminkan umat Islam khususnya dalam wacana keindonesiaan lebih dekat (untuk saat ini), pada diskursus liberal versus konservatif sebagaimana dalam pengertiannya dalam kancah perpolitikan. Saya tidak menafikan mata air utama wacana Kiri Islam berasal dari pemikiran Hassan Hanafi pada dekade 1980-an dan untuk pertama kali karya maupun komentar pemikirannya diterbitkan melalui penerjemahan oleh penerbit LKiS pada awal dekade 1990-an. Namun perkembangan yang terjadi di Indonesia memperlihatkan polarisasi ke arah liberal versus konservatif sebagaimana tersebut di atas. Mungkin ini hanya generalisasi yang salah kaprah atau apapun istilahnya namun dalam ilmu bahasa diakui adanya gejala seperti itu yakni sebuah konsep kata bisa saja mengalami perluasan maupun penyempitan makna sesuai dengan perubahan masa.
Sekilas memang agak membingungkan pengertian kedua kubu ini. Tapi dengan rancunya ini, Fuad munajat berhasil menyederhanakanya dan membuat beberapa karakter antar keduanya. Beliau mengambil ciri karakter Kiri dari Agus Muhammad, yang kemudian beliau melengkapinya dengan menambahi karakter Kanan. Dengan cara kerja ini menunjukan bahwa penyebutan karakter pengisi kategori kiri dan kanan lebih penting ketimbang harus menyebutkan nama organisasi-organisasi pengusungnya.
NO
KARAKTER KIRI
KARAKTER KANAN
1
Pemahaman yang kontekstual bahkan tidak jarang menggunakan pendekatan hermeunetika yang selama ini berkembang untuk tafsir bibel
Pemahaman yang sangat literal terhadap ajaran Islam
2
Islam merupakan konstruksi historis bahkan dalam pandangan ekstrim mereka al-Quran adalah produk budaya
keyakinan yang sangat kuat bahwa Islam adalah satu-satunya solusi untuk menyelesaikan berbagai krisis di negeri ini
3
Negara boleh berbentuk apa saja yang penting nilai Islam dapat ditegakkan
perjuangan yang tak kenal lelah menegakkan syariat Islam
4
Bersikap pluralis bahkan dalam pemahaman keagamaan menganut wihdatul adyan
resistensi terhadap kelompok yang berbeda pemahaman dan keyakinan,
5
Menolak Barat dengan konsep oksidentalismenya (sebenarnya tidak menolak)
penolakan dan kebencian yang nyaris tanpa cadangan terhadap segala sesuatu yang berbau Barat

Karakter di atas bukan berarti karakter mutlak bagi masing-masing kelompok. Bagan di atas lebih mencerminkan orientasi secara garis besar dan bisa jadi antara karakter kiri dan kanan bersatu pada diri seseorang. Ini menjadi sebuah catatan tersendiri karena memang ada beberapa tokoh sejarah yang berkarakter sebagian Kanan dan sebagian lagi Kiri. Agak aneh memang. Tapi jika merujuk pada buku karangan Ahmad Suhelmi ini. Akan ditemukan tokoh yang berkarakter ‘ganda’. sebut saja Haji Muhammad Misbach.
Dia adalah seorang mantan tokoh ISDV1 dan juga mantan tokoh Sarekat Islam. Ia secara ideologis membela mati matian Marxisme (komunisme) dan menganjurkan para pendukungnya untuk berjihad membela Islam dan Komunisme. Itu sebabnya ia sering juga dijuluki ‘Haji Merah’. Beliau bertolak belakang dengan banyak tokoh Islam puritan atau komunisme sezamannya yang menganggap mustahil mensintesakan Islam dengan Komunisme. Misbach justru sangat yakin bahwa keduannya tidak saja sejalan, bahkan sejiwa dan saling melengkapi. Hal ini diperkuat ketika dia mengatakan, ‘Seharusnya orang Islam yang sejati menyokong kepada masuknya komunisme, pun sebaliknya, orang yang mengaku dirinya Islam tetapi tidak setuju adanya komunisme, saya berani mengatakan bahwa ia bukan Islam sejati, atau belum mengerti betul-betul tentang duduknya agama Islam. Nyentrik memang perkataan ini. Aneh dan sukar dinalar. Bagaimana mungkin dia mengatakan untuk membela matia-matian komunisme, sedang ajaran ini anti Tuhan?.   
Karangan Ahmad Suhelmi ini mengupas tuntas biografi para tokoh Kanan dan Kiri. Diantaranya Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo, Muhammad Natsir, Muhammad Amien Rais, H.M. Ch. Ibrahim, Muhammad Hatta, Abdurrahman Wahid, Haji Muhammad Misbach, Tan Malaka, Ali Syariati, Hassan Hanafi. Secara tidak langsung beliau mengkategorikan tokoh-tokoh diatas menjadi dua bagian. Dari Kiri,  Muhammad Hatta, Abdurrahman Wahid, Haji Muhammad Misbach, Tan Malaka, Ali Syariati dan Hassan Hanafi. Sedangkan dari Kanan, S.M. Kartosuwiryo, H.M. Ch. Ibrahim dan M. Amien Rais. Inilah tokoh-tokoh yang berbaju Kanan dan Kiri menurut beliau. Tapi setelah saya membaca tuntas biografi Ch. Ibrahim dan M. Amien Rais ini. Agaknya saya merasa enggan menyebut mereka bergolongan Kanan. Tentu dugaan ini berdasarkan bagan yang telah termaktub diatas. Secara pergerakan mungkin ada benarnya mereka berdua masuk karakter Kanan, sedangkan merujuk kepada pemikirannya Ch. Ibrahim hampir sama dengan M. Natsir. Jadi beliau juga lebih mendekati kepada karakter Kanan. Tapi dalam ideologi dan cara yang ditempuh, semestinya ada pengoreksian ulang.
Ada seorang lagi yang belum tersebutkan yaitu M. Natsir. Di kubu manakah beliau ini?. Secara garis perjuangan tidaklah mungkin beliau dikategorikan berkarakter Kiri. Tapi mungkin inilah kelemahan buku ini. Tidak secara lansung memvonis tokoh-tokohnya. Tapi jika kita kaitkan dengan bagan diatas, tentu kita bisa secara adil mengkategorikan bahwa secara murni golongan kanan hanya di karakteri oleh seseorang yaitu S.M. Kartosuwiryo. Tapi kita tidak bisa menafikan bahwa M. Natsir termasuk sebagai golongan Kanan karena garis perjuangannya yang sejajar dengan Kartosuwiryo. Hanya saja beliau lebih memilih jalan damai dalam perjuangannya dan menghindari resiko yang lebih besar. juga disebabkan kondisi waktu itu yang tidak memungkinkan untuk bersifat ‘kaku’. Melihat bangsa Indonesia yang baru saja merdeka. Mengapa hanya mereka yang divonis Kanan?. Karena hanya mereka bertigalah yang mendekati karakter konservatif dan mempertahankan yang usang. Meski antara Kartosuwiryo dan M. Natsir sempat terjadi ’insident’ dalam menempuh jalan perjuangan untuk menegakkan Negara Islam di nusantara. Tapi diluar dari semua itu mereka berdua tetap berkeyakinan bahwa syariat Islam harus ditegakkan di Indonesia.
Kajian Islam Kanan dan Islam kiri ini tentu tidak ada dalil yang menjelaskan eksistensi kedunya dalam Al Qur’an da Hadits. Karena dalam Islam hanya ada satu ideologi, yaitu Islam yang berdasarkan Al Qu’an dan As Sunnah yang tersebut dalam hadits sebagai Ahlussunah wal jama’ah. Pembahasan ini bukanlah bermaksud untuk memecahkan umat Islam lebih banyak lagi. Tapi dengan realitas yang ada dari masa lalu hingga kini. Bisa kita jadikan wawasan keilmuan dan ibroh yang baik. Sebagai seorang penuntut ilmu kita tidak bisa begitu saja acuh akan dua kelompok ini. Karena realita membuktikan bahwa keduanya memiliki generasi penerus sampai saat ini. Apalagi dizaman modern sekarang ini yang semua orang berhak bicara. Perhatikan di sekeliling kita. Para generasi penerus mulai bermunculan. Mulai dari generasi penerus Kartosuwiryo hingga Samaun. Generasi penerus M. Natsir hingga Abdurrahman Wahid. Penerus Amin Rais hingga Tan Malaka. Bahkan yang mendominasi eksistensi di Indonesia saat ini adalah generasi penerus Soekarno.
 Wallahu a’lam bi showab.



Keanggotaan awal ISDV pada dasarnya terdiri atas 85 anggota dari dua partai sosialis Belanda, yaitu SDAP (Partai Buruh Sosial Demokratis) dan SDP (Partai Sosial Demokratis), yang aktif di Hindia Belanda. Pada awalnya PKI adalah gerakan yang  berasimilasi ke dalam Sarekat Islam. Keadaan yang semakin parah dimana ada perselisihan antara para anggotanya, terutama di Semarang dan Yogyakarta membuat Sarekat Islam melaksanakan disiplin partai. Yakni melarang anggotanya mendapat gelar ganda di kancah perjuangan pergerakan indonesia. Keputusan tersebut tentu saja membuat para anggota yang beraliran komunis kesal dan keluar dari partai dan membentuk partai baru yang disebut ISDV. Pada Kongres ISDV di Semarang (Mei 1920), nama organisasi ini diubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia. Semaoen diangkat sebagai ketua partai.Pada 1924 nama partai ini sekali lagi diubah, kali ini adalah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).


Istilah-istilah
1.                      Tirani : Kekuasaan yang digunakan semenang menang
2.                      Marxisme : adalah sebuah paham yang mengikuti pandangan-pandangan dari Karl Mark. Merupakan dasar teori komunisme modern.
3.                      Indikasi : tanda tanda yang menarik perhatian
4.                       Perspektif : sudut pandang
5.                      Survive : bertahan
6.                      Terma : istilah
7.                      Moderat : Selalu menghindari perilaku atau pengungkapan yang ekstrim
8.                      Radikal : Menuntut perubahan yang amat keras kepada pemerintah
9.                      Liberal : bersifat bebas dan berpandangn bebas
10.                   Inklusif : Termasuk, terhitung
11.                   Aktual : baru saja terjadi dan benar-benar terjadi
12.                   Progresif : kea rah kemajuan, behaluan kearah perbaikan dari keadaan sekarang
13.                   Kolonialisme : paham tentang penguasaan oleh suatu Negara atas Negara lain dengan maksud untuk memperluas Negara itu
14.                   Imperialism : system politik yang bertujan menjajah Negara lain untuk mendapatkan kekuasan dan keuntungan yang lebih besar
15.                   Kapitalisme : system dan paham ekonomi yang modalnya bersumber pada modal pribadi atau modal perusahaan swasta dengan cirri persaingan di pasaran bebas
16.                    Derivasi : pembentukan kata secara terbalik
17.                   Ideologis : yaitu konsep ideologi yang merupakan kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas kejadian yang memberiakan arah dan tujan untuk kelangsungan hidup
18.                   Mensinergikan : melakukan kegiatan atau operasi gabungan
19.                   Meresensikan : pertimbangan atau pembicaraan tentang buku
20.                   Asumsi : Dugaan yang diterima sebagai dasar
21.                   Empiris : berdasarkan pengalaman
22.                   Kontemporer : pada masa kini
23.                   Egosentrisme : sifat atau kelakuan yang selalu menjadikan diri sendiri sebagai pusat segala hal
24.                   Konservatif : kolot, bersifat mempertahankan keadaan, kebiasaan dan tradisi yang berlaku
25.                   Polarisasi : proses, perbuatan,pembagian atas dua bagian yang berlawanan
26.                    Kontekstual : asal kata konteks,situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian
27.                   Konstruksi : susunan, tata letak
28.                   Pluralis : paham yang mengatakan bahwa semua agama adalah sama dalam satu tujuan dan satu tuhan
29.                   Resistansi : ketahanan
30.                   Orientasi : peninjauan untuk menentukan sikap yang tepat dan benar
31.                   Sintesa : paduan, campuran dari berbagai pengertian atau hal sehangga menjadi kesatuan yang laras


2 comments: