Wednesday 5 August 2015

segala puji bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tercurah kepada nabi Muhammad SAW para sahabatnya dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.
Pada asalnya segala sesuatu adalah mubah, kecuali ada dalil dan bukti yang menunjukkan keharamannya sebagaimana yang disebutkan di dalam kaidah fikih:
الأصل فى الأشياء الاباحة حتى يدل الدليل على التحريم
“Hukum asal sesuatu itu mubah (boleh), kecuali ada dalil yang mengharamkannya”

Apa-apa yang Allah SWT haramkan itu sudah jelas, Allah ta’ala berfirman:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. (QS: Al-Maidah Ayat: 3).

Hukum Makan Sembelihan Orang Kristen & Yahudi
Allah SWT berfirman:

الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُم

Artinya: “Hari ini dihalalkan yang baik-baik buat kamu dan begitu juga makanan orang-orang yang pernah diberi kitab (Ahli Kitab) adalah halal buat kamu, dan sebaliknya makananmu halal buat mereka.” (QS. Al-Maidah Ayat : 5)

Ibnu Abbas, Abu Umamah, Mujahid, Said bin Jubair, Ikrimah, Atho’, Al Hasan Al Bashri, An Nakho’i, dan As Sa’di, Muqotil bin Hayyan menafsirkan maksud “makanan orang-orang yang pernah diberi kitab” pada ayat di atas adalah sembelihan mereka. Dan hal ini termasuk yang disepakati oleh para ulama [Tafsir Ibnu Katsir, Juz 3 Hal 40].

Berdasarkan ayat di atas dapat difahami bahwa sembelihan orang-orang pernah diberi alkitab (Yahudi dan Nasrani) hukumnya halal, begitu pula sebaliknya makanan kita sebagai umat Islam halal bagi mereka, karena orang-orang Ahli Kitab juga mengharamkan makanan yang disembelih tanpa mengucapkan nama Allah SWT.

Al Qodhi Ibnu Arobi dalam Ahkamul Quran berkata dalam menafsirkan ayat di atas: “Ini suatu dalil yang tegas, bahwa binatang buruan dan makanan Ahli Kitab itu adalah termasuk makan yang baik-baik (thayyibaat) yang telah dihalalkan Allah SWT dengan mutlak. Allah SWT mengulang-ulanginya itu hanyalah bermaksud untuk menghilangkan keragu-raguan dan pertentangan-pertentangan yang timbul dari perasaan-perasaan yang salah, yang memang sering menimbulkan suatu pertentangan dan memperpanjang omongan” [Ahkamul Qur’an Li Ibnil Arabi, Juz 1 Hal 44]

Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW juga pernah memakan (daging) pemberian seorang wanita Yahudi pada perang Khaibar, maka ini menunjukkan bahwa sembelihan orang Ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani) adalah halal hukumnya. Namun Imam Malik rahimahullah memakruhkan sembelihan orang-orang Ahli Kitab jika didapati ada sembelihan seorang muslim, dan menganjurkan untuk menjauhinya selama masih didapati sembelihan dari kaum muslimin [Al Kafi Fi Fiqhi Alhil Madinah, Juz 1 Hal 438].

Adapun sembelihan mereka untuk selain Allah seperti salib, gereja, Al Masih Isa, maka ini haram hukumnya untuk dimakan, karena mereka menyembelih bukan dengan nama Allah, Allah SWT berfirman:

قُل لَّا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَّسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ  فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Artinya: Katakanlah “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi — karena sesungguhnya semua itu kotor — atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah SWT. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS: Al-An’am Ayat: 145).

Imam Asy Syafii menyebutkan: “jika saja sembelihan mereka dengan menyebut Asma Allah maka halal hukumnya, namun jika mereka memiliki sembelihan lain dengan menyebut selain Asma Allah seperti dengan menyebut nama Al Masih atau selainnya daripada nama-nama selain Allah maka haram hukumnya” [Al Umm, Juz 2 Hal 254].

Hukum Makan Sembelihan di Pasar
Makanan sembelihan yang banyak dijual di pasar yang diketahui penyembelihnya adalah orang muslim, Nasrani, atau Yahudi, maka boleh hukumnya, tidak ada kewajiban untuk menanyakan cara menyembelihnya, dan disebutkan di dalam hadis agar membaca Bismillah ketika hendak memakan makanan yang belum diketahui tata cara penyembelihannya:
Dari Aisyah radhiallahu ‘anhuma, bahwa suatu kaum pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Suatu kaum datang dengan membawa daging, namun kami tidak tahu apakah saat menyembelihnya menyebut nama Allah atau tidak?” Beliau menjawab: “Kalau begitu sebutlah nama Allah, lalu makanlah oleh kalian.” Aisyah berkata, “Mereka adalah orang-orang yang baru masuk Islam,” [Shahih Al Bukhari, No 5083].

Berdasar hadis ini para ulama berpendapat, bahwa segala sesuatu dihukumi baik, kecuali ada dalil (bukti) yang menunjukkan sebaliknya. Dan juga berdasarkan kaidah fikih:
ما غاب عنا لا نسأل عنه
“Apa yang ghaib bagi kita, jangan kita tanyakan” [Fatawa Darul Ifta Al Misriyyah, Juz 1 Hal 224].

Hukum Makan Sembelihan Orang Hindu, Buddha, & Majusi
Adapun kalau seandainya daging sembelihan itu didatangkan dari negara asing, dan yang melakukan penyembelihannya adalah orang yang tidak halal hasil sembelihannya seperti Majusi, Hindu, Buddha, atau penyembah berhala dan orang-orang yang tidak memiliki agama, maka tidak halal (haram) untuk memakannya karena Allah tidak menghalalkan makanan (sembelihan) dari selain muslimin, kecuali makanan dari orang-orang yang diturunkan kitab kepada mereka yaitu Yahudi dan Nasrani.

Dan mengenai makanan yang tidak memiliki sertifikat halal dari ulama setempat, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), maka makanan tersebut harus dilihat kandungannya terlebih dahulu, apakah ia makanan yang memiliki kandungan barang haram atau tidak, namun pada hakikatnya label sertifikat hanyalah sebuah jaminan bagi konsumen tentang kehalalan produk, bukan berarti semua yang tidak bersertifikat adalah haram.

Berkenaan dengan situasi saat ini banyaknya penipuan, kurangnya amanah dan kejujuran, serta minimnya ilmu di masyarakat, dan juga orang-orang Ahli Kitab yang sudah tidak mengamalkan ajaran mereka maka hendaklah kita berhati-hati di dalam memilih makanan sembelihan di luar rumah, sebagai bagian dari Wara’ kita terhadap makanan yang belum jelas hukumnya. Penulis menyarankan, pilihlah para penjual daging yang terpercaya dan amanah sebagai langkah kehati-hatian kita menjaga diri kita dari syubuhat. Meskipun sikap wara’ itu dalam aplikasi setiap orang berbeda beda. Wallahu A’lam Bis Showab.

(qowy)

0 comments:

Post a Comment